Usulan kenaikan harga rokok menjadi Rp 50.000 atau lebih merupakan upaya menurunkan jumlah perokok di Indonesia.
Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany mengatakan, usulan kenaikan harga rokok menjadi dua kali lipat pun disetujui banyak pihak, termasuk perokok itu sendiri.
"Banyak dukungan naikin harga rokok. Perokok 76 persen setuju dinaikkan ini (harga rokok)," kata Hasbullah, Minggu (21/8/2016).
Survei itu dilakukan oleh Hasbullah dan rekannya dari Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan. Survei melalui telepon dalam kurun waktu Desember 2015 sampai Januari 2016 terhadap 1000 orang. Sebagian besar setuju kenaikan harga rokok dan cukai untuk menambah dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Selama ini, harga rokok di Indonesia paling murah dibanding negara lain, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Laos. Di Singapura, misalnya, harga rokok bisa mencapai Rp 120.000 per bungkus. Di Indonesia, dengan Rp 12.000 sudah bisa mendapat satu bungkus rokok.
Hal ini membuat banyak anak usia sekolah yang mudah membeli rokok. Mereka akan tumbuh menjadi generasi yang sakit-sakitan pada usia produktif karena rokok bersifat adiktif.
"Ramai di media sosial ini merupakan indikasi rakyat sudah capek dengan upaya mengurangi konsumsi rokok karena harga terlalu murah," kata Hasbullah.
Tingginya harga rokok Indonesia diharapkan dapat mencegah anak usia sekolah dan masyarakat kurang mampu untuk membeli rokok.
Menurut Hasbullah, harga rokok yang mahal merupakan cara paling efektif menurunkan jumlah perokok di Indonesia yang kini menjadi negara dengan perokok pria terbesar di dunia.