Adakalanya jarak dan waktu menjadi dua hal yang menyesakkan dan melelahkan. Begitu juga yang terkadang kami rasakan, ketika dua orang yang saling mencintai harus menerima takdir bahwa jarak pandang mata kami terentang ratusan kilometer jauhnya.
Lima tahun kami harus meredam rindu, berusaha melipat jarak dengan surat-surat juga puisi-puisi yang setiap katanya dipetik dari mimpi dan imajinasi. Kemudian kami pun menyadari sesuatu, bahwa ternyata memang selalu ada rindu yang harus menunggu....
Tak ada yang bisa kami lakukan selain saling menguatkan, meski seringkali juga ada tangis keputusasaan. Kami memang harus bersabar pada waktu, juga jarak yang menebar rindu.
Kata orang, pasangan yang menjalani kasih jarak jauh memiliki cinta yang tangguh. Kami tak tahu apakah itu benar ataukah tidak, kami menganggapnya sebagai doa bahwa kami bisa tetap tegak berdiri ketika badai benar-benar menghampiri
Ada ratusan mimpi yang kami bagi bersama, dan ribuan harapan yang akan kami perjuangkan. Tentang rumah penuh buku-buku, tentang puisi-puisi dan cerita yang tersebar ke seluruh dunia, juga tentang anak-anak lucu yang akan kami besarkan bersama.
Tak sedikit orang yang ragu dengan mimpi jika kelak kami bisa bersama. Namun, kami selalu percaya bahwa Tuhan selalu berpihak pada manusia yang selalu tulus berdoa, serupa kami yang saling menyebut nama dalam doa.
Lima tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk menjalin kasih, bukan juga waktu yang lama untuk kami saling memahami dan saling mengerti, karena terkadang kami pun masih diselimuti egois diri. Seringkali kami ingin melangkah pergi dan saling meninggalkan, tapi kami selalu sadar bahwa sebuah kepergian hanya akan menciptakan luka yang dalam.
Kami sudah melewati banyak jalan, menelusuri lorong-lorong ruang waktu demi mencari tahu apa makna cinta, ketulusan, dan kesetiaan. Bukan hanya taman dengan bunga harum bermekaran yang pernah kami lalui, tapi kami juga seringkali melewati hutan sepi yang menciptakan ketakutan sehingga membuatku ingin terus berlari. Sudah tak berbilang berapa banyak luka yang sudah tersayat, juga berapa banyak air mata yang mengalir sia-sia karenanya.
Kami selalu berusaha berteman dengan hujan, juga berusaha untuk mengakrabi badai hingga terkadang kami merasa lelah jika harus berjalan lebih jauh lagi. Namun, ada satu hal yang selalu kami rapalkan seraya saling menggenggam harapan, ‘Kita akan lalui semua bersama’.
Banyak orang yang seringkali berkata sumbang tentang cinta kami, bahwa jarak akan meruntuhkan segalanya. Namun, kami berhasil melewati semua dan membuktikan bahwa kekuatan cinta dapat membuat doa kami dikabulkan Yang Kuasa.
Kami bukanlah pasangan yang sempurna, karena kami adalah sepasang puisi yang masih belajar untuk saling memahami, jika salah satu dari kami pergi, kami tinggal huruf yang kehilangan arti.
Kini, ribuan puisi dan puluhan purnama yang telah terlewati, seakan hilang arti sebab telah terlampaui sebaris kalimat janji suci. Keajaibanlah yang membuat kami betah dan terus belajar untuk bertahan, hingga garis nasib menuntun kami menuju mahligai pernikahan, dimana para malaikat menjadi saksi bahwa kami akan saling setia dan menua bersama.
Terima kasih kepada jarak dan kepada waktu yang mengajarkan kami tentang cinta dan rindu, dan terima kasih kepada Dia yang memiliki kuasa melapangkan jalan yang berliku.
idntimes.com